Jumat, Februari 05, 2010

Derita yang tak berkesudahan




Aku berjalan menyusuri pematang sawah yang kecil, berkelok & becek yang berujung di jalan desa dari tanah dan koral, dibawah keremangan malam dan ditemani suara kodok yang bersahutan, setelah itu barulah menuju jalan yang di plur semen tipis, aku berhenti sejenak mengusap peluh dengan ujung kerudungku dan menarik nafas panjang..
mungkin karena usiaku yang sudah mencapai lebih dari 59 tahun..kini aku mudah lelah dan tidak segesit dulu lagi padahal baru sekitar 15 menit-an lagi aku sampai di rumah yang aku tuju, yaitu rumah orang yang meminta jasaku ..untuk memijat.

karena memang pekerjaanku sebagai tukang pijat keliling dari satu rumah ke rumah lainnya sesuai panggilan.... pelangganku terutama ibu-ibu yang habis bersalin atau hanya sekedar mengurangi pegal-pegal karena aktifitas sehari-hari dan kalau ada bayi baru lahir biasanya aku di percaya untuk memandikan bayi sampai puput puser, atau lepas tali ari-arinya, karena di usiaku yang senja ini aku sudah tak sanggup lagi untuk menjadi buruh cuci pakaian & pembantu rumah tangga seperti waktu muda dulu.
Sekarang ini apapun aku kerjakan yang penting halal demi mengganjal perut dengan sesuap nasi.


Aku terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, bahkan orang tuaku tak sanggup menyekolahkanku hingga tamat sekolah dasar....sekolahku putus di tengah jalan.
Ketika umurku menginjak 15 atau 16 tahunan aku menikah dengan pemuda pilihan orang tuaku & di bawa pindah ke desa suamiku.

Kami tinggal di sebuah gubuk sempit di belakang sebuah gedung SD diatas tanah milik pemerintah dan berdempetan dengan rumah lainnya, sehingga kami tidak bisa membuat septik tank karena akan mencemari air sumur tetangga.
Untuk kebutuhan Mandi Cuci Kakus terpaksa kami harus memanfaatkan sungai yang jaraknya sekitar 50 meter.
Pekerjaan suamiku adalah sebagai buruh tani dan setelah tidak ada lagi orang yang mempekerjakannya karena lahan persawahan di jadikan pemukiman, suamiku alih profesi menjadi kuli pikul dipasar, sampai kedelapan anakku terlahir satu persatu.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari terkadang aku menjadi buruh cuci kalau ada tetangga yang meminta di cucikan pakaiannya.



Setelah dia menjadi kuli panggul, setiap hari dia membawa satu karung sayuran sisa yang di buang penjual karena sudah layu atau sebagian ada yang busuk, dan dirumah aku pilih yang bagusnya untuk lauk makan keluargaku dan sebagian lagi aku bikin gorengan bala-bala (sayuran dicampur terigu kemudian di goreng).

Pernah suatu hari, aku keasyikan menggoreng dan aku simpan wadah gorengan di belakangku dimana anak-anak bermain sambil sesekali makan gorengan .... ketika selesai menggoreng betapa kagetnya aku ..karena tak satupun gorengan yang tersisa....dengan keheranan akupun bertanya

" Raka...tadi kamu kemanakan gorengan emak?"
dengan mulut penuh & mengkilat karena minyak Raka menjawab "udah abis mak... tu dimakan sama si Rayi ama Rohman....dia Rakus mak !"

"enggak ..kok, aa sama Rahmi juga...!" timpal adiknya gak mau kalah...

"astagfirullah hal adziim...kalian ini ..makanya kalau makan bismilah dulu..biar enggak kemasukan setan jadi rakus ...!" sahut ku kesal..

akhirnya hari itu aku tidak bisa berjualan gorengan seperti biasanya karena habis tak tersisa dilahap anak-anak.

Walaupun dengan kondisi serba kesulitan tak terasa anak-anakku tumbuh dewasa dan sebagian menjadi orang yang cerdas mungkin mereka menyadari kesulitan orang tuanya sehingga belajar dengan sungguh-sungguh,
si sulung Raka bisa menamatkan sekolah menengah kejuruan pertanian hampir tanpa biaya karena mendapat beasiswa, namun sayang sampai detik ini dia masih berstatus pengangguran.
yang kedua Rayi walaupun tanpa beasiswa lulus dari SMK teknik mesin dan membuka usaha kecil-kecilan service alat elektronik di rumahnya,

dan yang lebih membanggakan si nomer 4 Raja dia berhasil lulus cum laude dengan beasiswa di sebuah universitas negri. Adiknya Rido (yang ke-5) selepas lulus Madrasah Aliyah dia mengajar bahasa Inggris di MA tersebut.
walaupun si no. 3 & 6, Rohman & Rahmi hanya lulusan SMP karena semakin hari biaya sekolah semakin mahal & dia tidak mempunyai kepandaiana seperti kakak kakaknya yang lain, yang akhirnya mereka hanya menjadi tukang kuli bangunan & kuli pikul di pasar.

Beruntung yang ke-7 Rahid & si bungsu Risma berhasil menamatkan SMU nya dan telah diterima bekerja di rumah sakit di jakarta sebagai cleaning service & adiknya di sebuah pabrik garment.

prestasi anak-anaku teramat sangat membanggakanku sebagai seorang ibu yang sama sekali tidak berpendidikan dan buta huruf, aku telah berhasil mendidik mereka menjadi orang yang berilmu,dan rasanya selesailah tugasku untuk mendidik mereka karena kini mereka telah dapat berdiri sendiri dan membiayai kehidupannya sendiri.

tetapi rupanya Allah masih memberikan cobaan bagi umatnya ini untuk terus bersabar...Si Sulung Raka setelah menikah dengan status masih pengangguran dan kerja serabutan sebagai kuli bangunan, istrinya melahirkan melalui operasi caecar walaupun dibiayai dengan jamkesmas tetapi harus terus berobat karena bayinya terlahir dengan kondisi hydrosepalus ditambah dengan kondisi kakinya yang leter X, mungkin karena kekurangan kalsium semasa hamil dulu...yang kemudian meninggal dalam usia 6 bulan karena tidak adanya biaya untuk pengobatannya.

Si tengah Raja yang menjadi kebanggan keluarga, setelah menikahi anak Ustadz pemilik pondok pesantren tempat dimana dia mengajar dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki di sebuah kota kabupaten di Bogor, pada suatu hari pulang kerumah dengan wajah murung.

"Aku pergi dari rumah mak, dan enggak mau balik lagi kesana!" katanya sambil duduk selonjoran di lantai sambil meletakan tas punggung di sebelahnya.

"abis aku udah gak tahan mak, tiap hari di omelin abah dan ambu ...gara-gara aku belum mampu bikin rumah dan memberi kehidupan yang layak buat Asih dan Faizal anak kami, kan mak tau sendiri berapa sih gajiku sebagai seorang guru pesantren"

"padahal dulu, abah..sampai mohon2...agar aku mau nikah sama Asih yang usianya beda 10 tahun dari aku.. karena takut dilangkah sama adiknya.. abah juga janji, kalau rumah yang di kebun singkong itu untuk kami tempati & kebunnya boleh kami kelola ...untuk kebutuhan sehari-hari"

tapi ...mana buktinya mak! dia malah memberikan rumah dan kebun itu sama adik iparku..! dan mana janjinya aku akan di beri posisi penting di pondok, tapi malah dia juga yg di beri jabatan..aku tetep aja jadi guru bawahan dengan gaji kecil.." lanjutnya dengan berapi-api dan tampak kemarahan di wajahnya.

"astagfirullah hal azim Raja.." istigfar nak, istigfar.. !" kataku berulang-ulang

"enggak boleh kamu menyesali apa yang sudah terjadi dan menelantarkan anak-istri gara-gara sikap mertua seperti itu.., sudah sekarang kamu makan, habis itu sholat Dzuhur .." besok kamu harus balik lagi kesana !" cecarku lagi.

Tetapi dia tidak mau kembali lagi ke rumah istrinya, dia malah sibuk membuat proposal untuk meminta sumbangan ke kelurahan, kecamatan kemudian pemerintah daerah bahkan ke partai-partai untuk pembuatan pondok pesantren yang ternyata semuanya menolak, yach..bagaimana tidak ....secuil tanah pun tidak punya ... mau mimpi bikin pondok pesantren....seorang diri pula..


Tidak terima dengan penolakan itu, Raja semakin tidak karuan, walaupun dia masih mengajar di Aliyah tempat Rido mengajar di dekat rumahnya, namun dia sering kali absen dan termenung sendiri.... lama-lama, dia malas mengajar, seharian hanya duduk diam di teras, lambat laun dia mulai tertawa dan berbicara sendiri.

Tentu saja aku tak tinggal diam dengan kondisi anakku ini, aku mulai memeriksakan dia ke puskesmas terdekat dan di beri obat penenang..sesaat setelah minum obat dia bisa tenang & tertidur ...namun kalau obatnya habis penyakitnya kambuh kembali, hingga puncaknya terjadi pada suatu malam, dia berteriak-teriak di luar rumah .... tanpa busana sehelai benang pun !!...

"aku mau matiii..aku mau matii ajaaa...! itu terus kata-kata yang keluar dari mulutnya...

aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya melihat kenyataan bahwa anakku sudah ....gila!.
akhirnya dia pun aku ungsikan ke gubuk milik saudara kami diatas bukit diantara kebun singkong, aku dan bapaknya yang menjaganya bergiliran.

Belum habis kesedihanku dengan kondisi Raja, disusul lagi dengan adiknya Rido, awalnya mungkin karena pekerjaannya mengajar bahasa inggris, hingga dia sering mengajak kakak atau adiknya serta tetangga yang lain berbicara dalam bahasa Inggris, lama-lama bukan hanya orang yang mengerti bahasa inggris yang dia ajak bicara, bahkan akupun ibunya yang buta huruf, keponakannya yang masih balita bahkan tukang gorengan keliling atau siapapun yang berpapasan dengannya dia ajak bicara dalam bahasa yang sama sekali asing di telinga kami.

Dia jadi malas sholat, tidak mau mandi yang kemudian dia sering datang terlambat ketempatnya mengajar atau absen berhari-hari, dan akhirnya dikeluarkan dari Aliyah itu.

seperti hari itu setelah sholat subuh ...dia berdiri di depan rumah sambil tangannya di silangkan di depan dada yang sengaja dibusungkannya sambil berteriak dengan lantang

"Pancasila ....belief in the one and only God, Just and civilized humanity, The unity of Indonesia,Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives, and Social justice for the whole of the people of Indonesia !"

kontan semua tetangga melongokkan wajahnya keluar rumah, mendengar kegaduhan di pagi buta itu...

aku hanya bisa mengelus dada dan terisak menyaksikan kejadian itu. namun, sepertinya itu tidak cukup membuat batinku sakit dan menangis dengan ulahnya, dia malah mendatangiku dan berkata

"mak..give me some money ..uang..uang..uang!" serunya sambil menggesek-gesekkan ujung jempol, telunjuk dan jari tengahnya kemukaku

"I want to go to the beach ! mau jadi guide buat bule- bule disana!" lanjutnya dengan bahasa campur aduk.

"Rido, lain kali aja yach ....medingan sekarang kamu ikut emak nganter kakakmu Raja ke puskesmas yuk, buat berobat.." bujukku dengan suara rendah, dia terdiam sejenak dan terlihat ragu

" mata emak udah lamur, suka gak jelas naik angkot nomer berapa, nanti malah nyasar lagi kalau gak dianter" bujukku lagi


akhirnya dengan berat hati dia setuju mengantar kami ke rumah sakit di kotamadya dengan rujukan puskesmas. sesampainya disana mereka berdua langsung di periksa.

ketika giliran Rido yang akan di periksa, dia menepiskan tangan dokter dan berlari kearah koridor rumah sakit, tetapi dengan sigap dikejar & ditangkap petugas kesehatan yang kemudian membelenggunya dan memasukannya ke ruang isolasi

"aku tidak gilaaa!!! aku tidak gilaaaaaaaa!!....si Raja yang gila bukannya aku..lepaskan..lepaskan...! emak bohong..emak nipu aku.." teriak Rido ketika di bawa petugas"

aku hanya tertunduk sedih mendengar teriakkannya.

"ibu, tolong terus terang sama saya, tidak usah malu-malu.. apa ada dari salah satu keluarga ibu yang menderita gangguan jiwa sebelumnya?" tanya dokter dengan ramah setelah mengamankan Rido & kami duduk lagi di ruang periksa

aku terdiam sejenak & menyahut pelan "iya dok, kakak saya memang mengalami gangguan jiwa hingga akhir hayatnya setelah melahirkan anak ke-6 "

dokter hanya manggut-manggut kemudian menuliskan sesuatu di kertas,

" selama sepuluh hari ini mereka berdua akan saya terapi & isolasi disini, tapi ibu atau keluarga yang lainnya tidak boleh mengunjungi mereka yah"

"ibu pulang saja, nanti tanggal 20 ibu kemari lagi, untuk menjemput mereka & jangan khawatir, semuanya gratis, tidak usah bayar" lajutnya lagi sambil berdiri.

"terima kasih dokter " jawabku sambil bergetar....dan berlinang air mata..

" Ya ..Allah engkau sudah memberikan jalan untuk pengobatan kedua anakku" batinku dalam hati sambil berjalan pulang.

Seperti pesan dokter aku tidak diperkenakan untuk menjenguk anakku selama masa pengobatan, namun namanya seorang ibu, aku selalu kefikiran dengan pertanyaan2 yang berkecamuk dikepalaku, bagaimana nasib anakku, dia makan apa sekarang? apa mereka di perlakukan dengan baik? begitu batinku tiap hari.

jadi walaupun serba kekurangan dan pinjam sana-sini, dua hari sekali aku datang kesana untuk menitipkan makanan kesukaan mereka berdua tanpa bisa menemuinya.

Datanglah hari yang di tunggu-tunggu, setelah sholat subuh aku memasak nasi dan lauk-pauk kesukaan kedua anakku dan wanti-wanti sama kakak-adiknya agar makanan itu jangan di sentuh...itu makanan selamat datang buat mereka, dan syukur atas kesembuhan mereka.

aku dengan penuh harap datang lagi menemui dokter yg merawat mereka sebelum di perkenankan bertemu kedua anakku.

"ibu, sebelumnya saya minta maaf, memang anak-anak ibu setelah menjalani pengobatan intensif selama 10 hari ini meperlihatkan perkembangan yang menggembirakan, namun itu tidak cukup karena gangguan kejiwaan memerlukan waktu yang panjang untuk pemulihan....namun sangat disayangkan bantuan pemerintah sangat minim untuk hal ini dan masih banyak pasien dengan keluhan yang sama mengantri untuk berobat.."

"jadi anak ibu sudah bisa di bawa pulang , walaupun belum kembali normal seratus persen" ini saya beri resep untuk satu bulan ... , bulan depan ibu bisa bawa lagi mereka berdua kesini."

Sepulangnya dari rumah sakit mereka berdua memang menunjukkan perilaku yang normal dan mungkin karena obat penenang membuat anakku banyak tidur dan malas bergerak.

Raja sudah diterima lagi mengajar di Aliyah, namun baru satu bulan dia mengajar, dia mulai sering pulang siang..jam 10 dia sudah ada lagi di rumah dengan alasan sakit kepala dan takut melihat hantu.

"kamu kam orang yang beragama Ja, masak kamu takut sama setan, sebagai manusia kita lebih mulia posisinya di mata Allah dari pada setan" begitu nasehatku.

tapi dia tidak mau menggubrisku, akhirnya semakin hari semakin malas mengajar ada-ada saja alasannya hingga kemudian sama sekali tidak mau berangkat mengajar.
kemudian kembali berprilaku aneh, suatu hari dikamarnya aku menemukan berbotol-botol plastik bekas air mineral sepertinya diisi ulang dengan air dari teko.
"lagi ngapain mak?" tiba-tiba Raja masuk membawa botol plastik di kedua tangannya yang berisi air putih, mengejutkanku
"kamu nyimpen botol air ini buat apa? kok banyak sekali?" tanyaku dengan heran
"ih, emak kok udik sih, kan kata dokter juga harus minum yang banyak, makanya aku nyetok air banyak...! timpalnya
mulai hari itu Raja akan meminum air apapun yang dia temui dari air sumur, air kolam bahkan (maaf) aku pernah melihat dia meminum air seninya sendiri, astagfirullahhaladziim..!.
begitupun dengan Rido, semakin hari semakin parah, dia memaki dan memarahiku karena dilahirkan dari keluarga melarat, dia tidak pernah mau menerima kenyataan, yang akhirnya tidak mau mandi, hanya mau makan dengan lauk daging ayam, kerjaannya hanya nongkrong di pinggir jalan raya menanti bule datang, dia sudah semakin jauh dan lupa dengan Tuhannya.
"Ya..Allah ampunilah dosa hambamu yang tidak berdaya ini, kuatkan aku dalam setiap cobaan Mu, sembuhkanlah kembali anak-anakku seperti sedia kala!" isakku dalam setiap do'aku ....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar